Nasib Nelayan saat dilanda Cuaca Ekstrim -->

Iklan Semua Halaman

.

Nasib Nelayan saat dilanda Cuaca Ekstrim

Wednesday, May 16, 2012

Tangkapan Menurun,  Konsumsi Dikurangi
            Sebulan terakhir sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Bima, dilanda cauca ekstrim. Tak ayal kondisi itu berdampak pada lalulintas transportasi laut dan  aktivitas nelayan. Kondisi yang sama juga dialami sejumlah nelayan di Kelurahan Tanjung Kota Bima. Seperti apa? Berikut Catatan Fachrunnas.
Puasa Melaut: Akibat cuaca buruk, sejumlah nelayan di Kota Bima terpaksa puasa melalut. Foto Nas
            Angin mendesir menyibakan warna gelap pada dinding langit yang semakin menggelayut, guratnya semakin jelas.  Deburan ombak, seolah menari dengan perahu nelayan yang terparkir di Pusat Pendaratan Ikan (PPI) Kelurahan Tanjung.  Tarian dan suara beberapa kelompok burung bersahut-sahutan dengan deburan ombak.  Seorang lelaki paruh baya tampak duduk melamum menghadap laut. Sorot matanya terlihat serius memandangi perahu-perahu yang diparkir di depannya.
                Pria itu adalah Mahmud (65), nelayan asal RT 10/04 kampung Sumbawa Kelurahan Tanjung Kota Bima. Namun sudah sebulan terakhir dia tak melaut, setelah Bima dan daerah sekitarnya dilanda cuaca ekstrim. “Sebenarnya saya ingin melaut walaupun tak sampai melewati laut Kolo, tapi kondisi tak memungkinkan. Apalagi saat ini mesin sampan saya rusak,” ujarnya kepada Bimeks,  sore itu.
                Sebenarnya, Mahmud, bisa saja nekat melaut hingga wilayah Wera, seperti yang dilakukan sebagian nelayan lain di lingkungannya. Namun, kondisi sampannya yang terlalu kecil dan kondisi alam yang tak bisa diajak berkompromi memaksanya harus mengurungkan niatnya itu. Akibatnya, dia dan keluarganya pun harus menerima konsekuensinya, mengurangi intensitas makan setiap hari. “Mau bagaimana lagi mas, kondisinya memang sudah begini. Hal seperti ini sudah sering kami alami, setiap cuaca buruk. Kalau tidak kurangi jatah makan, bisa-bisa kami tak bisa makan besok-besoknya,” ujarnya.
Mengayuh sampan dan menebar jala di atas gelombang laut, merupakan satu-satunya cara Mahmud mengayak harapan hidup  yang lebih baik. Namun, mimpinya yang sudah mengonggok sejak lama,  selalu luruh. Hasil jerihpayahnya mengarungi laut hanya mampu memenuhi  rasa laparnya sesaat saja. Jangankan memimpikan bergelut dengan pendidikan,  hidup layak, apalagi memiliki rumah  permanen dan televisi seperti pengusaha atau pejabat, merupakan hal mustahil. “Walaupun begitu, saya cukup bahagia mas, bisa hidup dan makan dari penghasilan yang halal, ketimbang harus berbuat curang dan dilarang agama,” katanya.
Suami Hadijah ini, hanyalah tamatan Sekolah Dasar (SD). Hal itu juga memupuskan harapannya untuk bermimpi beralih pada pekerjaan yang lain.  Kondisi yang tak jauh berbeda dengan enam anaknya. Sejak kecil mereka dididik menjadi nelayan. “Terus terang saya tidak mampu membayar biaya sekolah mereka, sehingga seluruh anak saya hanya tamat sampai SD,” katanya.
Kendati terhimpit masalah ekonomi dan intensitas makan tak menentu, Mahmud, bersyukur, bisa memaknai hidup dengan perjuangan. Meski dunia terasa kejam bagi dia dan keluarganya. Hal terindah baginya, tidak  melanggar peraturan, norma dan ketetuan Tuhan. “Walaupun pendidikan dan ekonomi kami terbatas, sejak anak-anak saya kecil, saya selalu mengajarkan mereka agar tak berbuat curang,” katanya.
   Sebenarnya saat alam tak bersahabat untuk nelayan, Mahmud pernah mencoba menggeluti pekerjaan lain, menjadi buruh di pelabuhan Bima. Namun, pekerjaan seperti itu tak bisa lagi dilakoninya karena keterbatasan kondisi fisiknya yang semakin terkoyak oleh umur yang semakin menua. “Sebenarnya jika boleh jujur, pengenya bisa memiliki pekerjaan lain, selain menjadi nelayan. Karena menjadi nelayan atau buruh membutuhkan fisik yang kuat,” katanya.
Jika bisa berharap pada Pemerintah Kota Bima, Mahmud, ingin mendapatkan bantuan modal untuk berusaha bagi dirinya dan nelayan lain di lingkungannya. Selama ini lebih dari separuh warga kampung Sumbawa Kelurahan Tanjung, hanya bisa mengandalkan potensi luat. “Kalau bisa berharap, pengen sekali ada bantuan, karena selama ini kami rasanya seperti mimpi ingin memiliki modal,” katanya.
Mahmud, hanyalah sepenggal, kisah nelayan di Kota Bima. Masih banyak nelayan lain mengalami kesulitan yang sama, terutama seperti saat ini, ketika sejumlah daerah dilanda cuaca ektrim. (*)



PERRHATIAN: Hati-hati penipuan mengatasnamakan Berita11.com/ PT Sebelas Cyber Media. Kerja sama/ iklan dan invoice resmi hanya yang ditandatangani Direktur PT Sebelas Cyber Media dan tercatat dalam sistem informasi (data base) perusahaan serta nomor nota tagihan yang teregistrasi dengan kode unik di sistem informasi perusahaan. Kami tidak bertanggung jawab atas nota tagihan (invoice) yang tidak tercatat maupun atas tagihan pajak terhadap invoice/kuitansi yang bukan dari perusahaan. Pembayaran tagihan iklan/ advetorial/ kerja sama yang sah melalui rekening perusahaan An. PT Sebelas Cyber Media.