Laporan Tindak Pidana Pasal 351 dan 170 Terkesan Mandek, Kinerja Polres Bima Dipertanyakan -->

Iklan Semua Halaman

.

Laporan Tindak Pidana Pasal 351 dan 170 Terkesan Mandek, Kinerja Polres Bima Dipertanyakan

Monday, October 30, 2023
Korban penganiayaan saat di rawat di RSUD Bima usai dianiaya secara bersama-sama. Dok. Berita11.com.



Bima, Berita11.com - Korban penganiayaan dan disertai dengan pengeroyokan Ihya Ulumudin alias Ko'o (21) melalui saudara kandungnya yakni Julkifli (29) warga Desa Talabiu, Kecamatan Woha melaporkan atas apa yang dialami adiknya di Polres Bima. 


Namun mirisnya, laporan dengan Pasal 351 ayat (2) dan Pasal 170 ayat (1) diajukan Julkifli pada Rabu 19 Juli 2023 beberapa bulan lalu, hingga detik ini dinilai mandek atau belum ada kepastian hukum, sehingga keluarga korban mempertanyakan tentang kinerja oknum penyidik Kepolisian Resort Bima. 


"Sejak kami ajukan laporan hingga detik ini, belum ada titik terang, sementara, anak kami (korban, red) mengalami cacat permanen, ada apa dengan pihak kepolisian ini" tanya ibu kandung korban, Fatimah saat ditemui di rumahnya pada Senin (30/10) siang. 


Sebelumnya, lanjut Fatimah, anaknya dianiaya secara bersamaan oleh terduga pelaku SY (27) yang merupakan pemilik perusahaan percetakan batako di desa setempat bersama tiga orang temannya pada Minggu 16 Juli 2023 dini hari, sekira pukul 01.30 Wita. 


Akibatnya, korban mengalami luka robek pada jari tengah, jari manis dan jari kelingking bagian tangan kanan bahkan nyaris terputus sehingga mengakibatkan cacat permanen. 


Tak hanya itu, pelipis kiri mengalami luka robek, patah pada betis kaki kanan, luka tusuk pada betis kaki kiri, muka memar dan bengkak, sehingga korban saat itu sempat dilarikan ke Puskesmas Woha dan dirujuk ke RSUD Bima dalam keadaan kritis.


"Kami hanya menginginkan kepastian hukum atas apa yang dialami anak kami, dan sampai saat ini, anak kami tidak bisa menjalankan aktivitas seperti biasanya," keluhan sang ibu korban. 


Smentara, korban sendiri mendapat penganiayaan dan pengeroyokan berawal dari, ada seorang temannya yang mengajak untuk ke tempat percetakan batoko milik terduga pelaku, tanpa mengetahui tujuan temannya, korban langsung ikut ajakan itu. 


Namun belum sempat masuk ke tempat percetakan batako, pemilik percetakan batako beserta tiga orang temannya langsung keluar dan menganiaya korban, ada juga yang menggunakan barang tajam, dan korban sempat dibuang ke sawah yang tidak jauh dari tempat percetakan batako. 


"Kita belum sempat masuk, tiba-tiba mereka keluar dan memegang baju saya dan mengeruyuk saya, sempat dibacok, tapi saya tangkis pakai tangan makanya jari-jari saya hampir terputus, sementara teman saya tadi lari tinggalin saya sendiri," ungkap korban. 


Terpisah, Kasat Reskrim Polres Bima melalui penyidik pembantu, Briptu Muhammad Ispan yang dikonfirmasi di ruang kerjanya membenarkan atas laporan pengaduan pihak keluarga korban yang sampai hari ini belum juga ada kejelasan hukum bagi korban penganiayaan.


Briptu Muhammad Ispan mengakui bahwa laporan pengaduan tersebut masih dalam tahap penyelidikan (lidik), belum dilakukan gelar perkara peningkatan status, dari lidik menjadi sidik untuk penetapan tersangka. 


Hal itu terkendala karena kesulitan mendapatkan keterangan orang yang melihat peristiwa itu, meski penyidik sudah mengirim undangan klarifikasi terhadap tujuh orang yang dianggap mengetahui kejadian itu guna dimintai keterangan, namun satu pun tidak ada yang hadir. 


"Benar, laporan ini kami terima pada tanggal 19 Juli 2023 lalu, dan sudah kami lakukan penyelidikan, bahkan tujuh orang saksi yang kami kirimkan undangan untuk hadir, tetapi tidak ada yang hadir," ungkapnya. 


Dari sejumlah orang yang dijadikan sebagai saksi yang kemudian tidak memenuhi undangan untuk hadir, lanjut Muhammad Ispan, para terduga pelaku belum bisa ditetapkan sebagai tersangka. 


Sementara, merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 65/PUU-VIII/2010 bahwa korban selaku orang yang mengalami suatu peristiwa pidana dapat dikategorikan sebagai saksi.


Kemudian, korban juga telah melakukan Visum et Repertum untuk dijadikan alat bukti tambahan bentuk surat, sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yang dapat memperkuat keterangan saksi korban.

 

Dengan demikian, alat bukti yang dibutuhkan sudah cukup untuk dijadikan dasar bagi penyidik untuk melakukan proses hukum lebih lanjut dengan meningkatkan status dan menetapkan tersangka. 


Namun, Muhammad Ispan menyimpulkan, bahwa saksi korban tidak dapat dijadikan alat bukti, karena menurutnya tidak dapat memenuhi unsur pidana, meski nyawa korban nyaris melayang dan mengalami cacat permanen. 


"Dari dua alat bukti ini, keterangan saksi korban kami menilai nol, jadi alat bukti kami di sini adalah saksi-saksi yang melihat kejadian itu, memang betul ada hasil visum," ungkapnya. 


Disinggung soal para terduga pelaku, apakah sudah dilakukan pemanggilan untuk diperiksa, Muhammad Ispan mengaku, bahwa para terduga pelaku bukan hanya diperiksa tetapi juga sempat diamankan bahkan sudah dilakukan upaya dimediasi.


"Sebelumnya, sudah kami lakukan mediasi antara kedua belah pihak, tapi pihak korban diwakili pak Gafur dan untuk terduga pelaku sendiri sudah kami periksa bahkan mereka datang mengamankan diri untuk menghindari terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan," akuinya. [B-10]

PERRHATIAN: Hati-hati penipuan mengatasnamakan Berita11.com/ PT Sebelas Cyber Media. Kerja sama/ iklan dan invoice resmi hanya yang ditandatangani Direktur PT Sebelas Cyber Media dan tercatat dalam sistem informasi (data base) perusahaan serta nomor nota tagihan yang teregistrasi dengan kode unik di sistem informasi perusahaan. Kami tidak bertanggung jawab atas nota tagihan (invoice) yang tidak tercatat maupun atas tagihan pajak terhadap invoice/kuitansi yang bukan dari perusahaan. Pembayaran tagihan iklan/ advetorial/ kerja sama yang sah melalui rekening perusahaan An. PT Sebelas Cyber Media.