Kota Bima, Berita11.com.-Selama tiga hari, dimulai Minggu (24/8/2025) sampai Selasa (26/8/2025) Bawaslu Kota Bima menggelar kegiatan Penguatan Kelembagaan Bersama Mitra Kerja Bawaslu, yang menghadirkan langsung Komisi II DPR RI dan Pegiat Pemilu dari DEEP Indonesia.
Kegiatan penguatan kelembagaan ini, melibatkan seluruh mitra kerja Bawaslu
Kota Bima. Mulai dari Kesbangpol sebagai representasi Pemerintah Daerah
(Pemda), TNI, Polri, Kejaksaan, Kemenag, FKUB, Akademisi, OKP, perwakilan DKPP,
pemuda dan tokoh masyarakat.
Anggota Komisi II Fauzan Khalid, diwakili oleh dua Tenaga Ahli karena
banyaknya agenda di daerah. Sedangkan dari pegiat pemilu, langsung hadir
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni
Nur Hayati.
Tiga komisioner Bawaslu Kota Bima, juga turut menjadi pemateri yakni Ketua
Bawaslu Atina, Kordiv P2PS Khairul Amar dan Kordiv HP2H Idhar.
Selama tiga hari, kerja-kerja pengawasan Bawaslu Kota Bima dievaluasi dan
disusun sejumlah rekomendasi bagi lembaga pengawas di Indonesia pada
pelaksanaan Pemilu pada masa mendatang, yakni tahun 2029.
Pada sesi materi yang disampaikan TA DPR RI, Nujumudin dan Sapri Ilman (cek
lagi nama) menyoroti kewenangan Bawaslu dalam menangani pelanggaran pemilu
tidak sebesar espektasi masyarakat Indonesia.
"Seperti penanganan pelanggaran pidana politik uang. Selama ini yang
disorot Bawaslu, padahal sebenarnya ini kewenangan Gakumdu yang didalamnya
berisi kepolisian dan kejaksaan juga," ungkap Nujumudin.
Tidak hanya itu lanjutnya, dalam penanganan pelanggaran netralitas ASN pun,
Bawaslu tidak memiliki wewenang yang penuh. Hanya sebatas pada rekomendasi yang
menyatakan telah terjadi pelanggaran netralitas ASN. Sedangkan soal sanksi,
bukan kewenangan Bawaslu melainkan BKN dan Kepala Daerah sebagai atasan
tertinggi di daerah.
"Nah ini juga masalah, karena tidak banyak masyarakat tahu batas-batas
kewenangan Bawaslu tapi yang jadi sasaran sorotan itu ya Bawaslu,"
tegasnya.
Kendati demikian, ia pun tidak memungkiri ada juga yang perlu dibenahi oleh
Bawaslu ke depan. Seperti, peningkatan kapasitas SDM, penyesuaian kemampuan
pengawasan dengN kondisi terkini seperti pengawasan media sosial yang sangat
rawan. Hingga, pengawasan dana pemilu yang menjadi ruang atau pintu terjadinya
money politic.
"Perekrutan SDM di Bawaslu sangat singkat, sehingga ini berpengaruh
pada kualitas. Belum lagi kondisi terkini, serba AI, media sosial yang
membutuhkan pengawas mumpuni. Dan yang tidak kalah penting, kewenangan Bawaslu
diperlebar dan regulasi yang harus diperkuat," tandasnya.
Dalam sesi dialog, TA Komisi II mendapatkan sejumlah masukan dan
rekomendasi dari peserta. Beberapa di antaranya, jumlah anggota Bawaslu yang
tidak sama di setiap daerah. Ada yang terdiri dari 5 orang dan 3 orang, merujuk
pada jumlah penduduk pada daerah tersebut. Sedangkan, dinamika, beban kerja,
hingga tahapan yang diawasi tetap sama. Seharusnya, jumlah anggota Bawaslu sama
di seluruh Indonesia.
Selain itu, juga berkaitan dengan Putusan MK Nomor 135 yang mengatur
pemisahan Pemilu di tingkat nasional dan daerah. Peserta berharap, putusan MK
ini segera dibahas oleh Komisi II karena akan berdampak pada penyelenggaraan
pemilu berikutnya.
Termasuk kondisi sekretariat yang belum berstatus satuan kerja, hingga
fasilitas terhadap komisioner selama masa non tahapan.
Sementara itu, Direktur DEEP Indonesia Neni Nur Hayati mengungkap, isu yang
mengemuka agar Bawaslu kembali berstatus ad hoc, bahkan dibubarkan bukanlah
solusi dari kritik-kritik terhadap kinerja Bawaslu.
Pasalnya kata Neni, jika Bawaslu kembali Ad Hoc atau bahkan dibubarkan maka demokrasi di Indonesia mengalami
kemunduran.
"Jika saya masyarakat biasa dan menemukan pelanggaran, kemana saya
melapor? Apakah ke Polisi? Apakah itu menjadi solusi? Tidak semudah itu ad hoc
kembali atau dibubarkan. Harus dilihat secara komprehensif," tegasnya.
Ia pun menyadari, peluang munculnya ketidakpuasan publik terhadap kinerja
Bawaslu selama Pemilu berlangsung. Sehingga Neni mengusulkan, Bawaslu diberikan
kewenangan adjudikasi dan peradilan kepemiluan.
Sehingga lanjutnya, kewenangan Bawaslu tidak dilihat lemah atau
setengah-tengah. Sedangkan fungsi pengawasan, dilakukan oleh masyarakat yang
mana nantinya Bawaslu banyak menangani laporan masyarakat.
Dalam kesempatan ini, Neni juga menyampaikan sejumlah rekomendasi untuk
penguatan lembaga Bawaslu ke depannya.
Beberapa di antaranya yakni, evaluasi Sentra Gakumdu perlu dilakukan,
karena bisa jadi yg menurunkan kepercayaan masy bukan Bawaslu tapi lembaga
lain.
Tumpang tindih ego penyelenggara pemilu, muncul ego sentris antara KPU,
Bawaslu dan DKPP. Kemudian membenahi
komunikasi publik, hingga beradaptasi dengan teknologi AI dan transformasi
kelembagaan.