Dianggap Keramat, Minim Fasilitas
Nama
situs sejarah Wadu Pa’a begitu tersohor bagi masyarakat Bima. Sejak lama tempat
itu memang sudah tercantum dalam sejarah berdirinya kerajaan di Bima. Hal itu
juga menyedot perhatian karyawan dan
pimpinan Bimeks Group dan Bima FM Fans Club (BFC) untuk berkunjung dan kemping
di lokasi itu. Catatan Fachrunnas.-
Kru Bimeks Group saat mencoba arena outbond di Wadu Pa,a. Foto Nas. |
Menuju lokasi Wadu Pa’a memiliki dua alternatif, yakni lewat darat
dan laut. Jika berangkat dari Kota Bima
melalui jalur darat menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat akan
melalui rute cabang Donggo Kecamatan Bolo
hingga Desa Bajo Seromandi dengan jarak
sekitar 10 Kilometer (KM) dan
waktu tempuh lebih kurang 20 menit. Setelah itu, untuk sampai ke situs sejarah
itu, masih harus menempuh jarak 5 KM.
Kondisi jalan terjal, berlubang, berbatu
dan selang-seling landai membuat banyak pengujung yang ingin ke tempat itu,
memilih jalur transportasi laut, termasuk yang dipilih rombongan camping Bimeks
Group dan BFC, Senin (15/3).
Hari itu, cuaca cukup bersahabat,
gelombang yang biasanya ganas tampak tenang. Setelah berangkat sekitar pukul
16.30 Wita dari pelabuhan Bima dan menempuh waktu lebih kurang 50 menit. Boat
yang kami tumpangi tiba tepat di depan pintu masuk situs Wadu Pa’a. Sekilas, hampir tak ada yang berubah dengan
objek itu, tak ada penerangan dan tak ada penjaga yang selalu stand by. Beberapa jam setelah tiba dan menurunkan
barang-barang dari boat, kami menyempatkan berdoa bersama yang dipimpin Pimred
Bima TV, Dedi Rosyadi.
Sebenarnya, menurut cerita yang kami
peroleh sebelumnya dari beberapa warga di wilayah Soromandi, di pantai itu kadang-kadang muncul buaya yang
konon berhabitat di lokasi itu. Namun
hari itu, alam Wadu Pa’a dan isinya benar-benar bersahabat, kondisinya kami
rasakan sejak tiba, saat bermalam hingga beranjak. Hal itu juga membuat nyaman dan leluasa
mendirikan kemah di bibir pantai di bagian timur situs.
Saat malam, ada tiga tenda yang dibuat
ditambah dua tenda mini, diantara pohon
pantai. Setelah makan malam, beberapa anggota rombongan menghabiskan waktu
dengan memancing ikan, beberapa
diantaranya ada yang membahas tentang kondisi tempat itu sambil membuat api
unggun. Jauh dari bayang-bayang kekuatiran kami seperti gelombang Tsunami yang
bisa tiba-tiba terjadi, kondisi malam
itu sangat bersahabat, meskipun berkemah di bibir pantai, udaranya terasa
hangat. Sekitar pukul 01.00 Wita, satu per satu, anggota rombangan “tumbang” ke
tempat tidur di kemah, beberapa saat kemudian, udara yang semula hangat
tiba-tiba berubah dingin, namun seluruh anggota rombongan masih mampu menahannya.
Tepat sekitar pukul 04.30 Wita, seluruh anggota rombangan sudah terbangun. Tak
berselang lama setelah itu beberapa diantaranya kemudian sholat shubuh
berjemaah, lalu menyiapkan sarapan.
Beberapa anggota rombongan ada juga yang terksima menikmati udara pagi dan terbitnya
matahari (Sunrise). Saat matahari mulai mencarak, sebelum sarapan, rombongan
laki-laki dari kru Bimeks Group dan Bima FM Fans Club (BFC), sesuai jadwal yang
tersusun dalam agenda, Minggu pagi, sepakat menggelar sepak bola pantai.
Kru Bima Ekspres (Bimeks) mendapat
kesempatan pertama bertanding dengan Bima TV. (Bersambung)