Meski jaman sudah serba berkiblat
pada teknologi alias modern dan mengubah gaya pikir masyarakat. Masih ada
beberapa pengunjung Wadu Pa’a yang memercayai melakukan ritual tertentu di
tempat itu, bisa mengabulkan permintaan, seperti apa? Catatan Fachrunnas.-
Sejumlah kruw Bimeks Group saat bertanding sepak bola di pantai Wadu Pa,a. Foto Nas. |
Kru Bima Ekspres (Bimeks) mendapat
kesempatan pertama bertanding dengan Bima TV. Rupanya tidak hanya jago menenteng kamera dan menulis
narasi berita, karyawan dan pimpinan Bima TV piwai menggiring bola hingga
berhasil membobol gawang pemain
(Bimeks) empat gol. Pemain Bima TV, diantaranya diperkuat Direktur Bimeks Group,
Ir Khairudin M Ali, MAP, Pimimpin Redaksi (Pimred) Bima TV, Dedy Rosyadi. Gol perdana dicetak, Nuralim, disusul Edi
Irfan dan Dedy Rosyadi. Saat partai kedua, pemain Bimeks, M Natsir Ali,
sebenarnya nyaris berhasil membuat imbang permainan dengan mencetak 1 gol mengubah
kedudukan menjadi skor 2-1. Namun,
keadaan itu tak bertahan lama, beberapa menit kemudian, Nuralim dan Dedy
Rosyadi kembali berhasil membobol gawang lawannnya hingga seluruh pemain Bimeks
tertunduk menyerah.
Pertandingan kemudian dilanjutkan
antara gabungan karyawan Bima FM dan BFC
dengan kelompok pencinta alam Soluna. Dalam permainan 2x10 menit itu, pemain
Bima FM dan BFC harus mengakui kelincahan dan kemampuan pemain Soluna
menggiring dan membobol gawang mereka hingga tiga kali. Tiga gol
masing-masing dicetak Fachri,
Hope dan Daeng. Sempat ada perubahan perlawanan, saat pimpinan Bima FM, Khairul
Muhammad (Irul) berhasil mencetak gol. Namun, tidak sepenuhnya mengubah
keadaan, hingga akhir permainan, skor tetap 3-1.
Setelah sarapan, menjelang siang
kegiatan kemudian dilanjutkan outbond,
lomba panjat jaring tali, tarik tambang dan berjalan di atas batang kayu.
Hampir seluruh anggota rombongan ambil bagian termasuk Direktur Bimeks Group. Pria yang pernah menjadi
Ketua Pangawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kota Bima itu, berhasil menundukkan
wartawan Bimeks, H M Natsir Ali. Safia
(Citra FM) berhasil mengalahkan Yuniarti Fitriani (Bima TV). Saat lomba jalan di atas batang kayu, kru
Bimeks, lagi-lagi harus mengakui kelincahan, kemampuan dan kekompakkan tim Bima
TV.
Usai kegiatan outbond, beberepa
anggota rombongan menyempatkan berdikusi membahas kondisi Wadu Pa’a. Mulai dari minimnya perhatian pemerintah
terhadap situs sejarah itu, hingga
keuntungan bagi daerah jika objek itu dikembangkan untuk wisata sejarah. Beberapa
kru Bima TV dan Bimeks juga menyempatkan
mengabadikan dari dekat beberapa gambar situs pahatan peninggalan zaman
hindu itu.
Menurut Juru Pelihara (Jupel) Wadu Pa’a dan benteng kuno Asakota, Kamaluddin
(42 tahun), sebenarnya, situs itu hingga saat ini masih dikeramatkan oleh
beberapa orang. Bahkan, banyak pengunjung memercayai di tempat itu bisa
mengabulkan permintaan mereka. Mulai dari urusan jodoh, jabatan atau keinginan
yang lain. “Hingga saat ini masih banyak pengunjung yang memercayai itu,
walaupun bagi kita yang sadar itu termasuk dalam syirik,” ujar Kamaluddin.
Pada sejumlah batu, lokasi utama situs itu, masih dipenuhi beberapa
tulisan nama pengunjung yang
melaksanakan ritual pemujaan di lokasi itu. Pada bagian pohon juga nampak rambut yang
diikat. Bagi beberapa orang yang memercayai, menulis nama mereka dan orang yang
dicintai, akan membantu merekatkan hubungan. “Biasanya bagi pengunjung yang
merasa permintaanya sudah terpenuhi, datang
kembali ke Wadu Pa’a untuk memenuhi janjinya, misalnya datang membawa dan
memotong ayam di sini. Tapi, untuk tradisi tulis nama di batu, saat ini sudah
kami larang,” jelas Kamaluddin.
Diakuinya, di luar nilainya sebagai
situs sejarah, Wadu Pa’a masih menjadi
salah satu pusat objek rekreasi bagi masyarakat Bima dan sekitarnya terutama
saat lebaran idul Fitri. Bahkan, dalam
sehari, dari hasil penjualan kercis masuk di tempat itu bisa mencapai Rp 10
juta rupiah, muaranya akan disetor
sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun sayang, meski sangat berpeluang
memberikan kontribusi yang besar bagi pendapatan daerah, kondisi objek wisata itu
cukup memerihatinkan karena nyaris tak terawat.
Menurut Kamaluddin, selain minimnya
perhatian pemerintah, kondisi itu diperparah sikap apatis warga atau pengunjung
yang tidak bisa membantu merawat. “Fasilitas yang paling dibutuhkan di sini
akses jalan dan pagar keliling bagi situs, karena kadang ada beberapa
pengunjung memaksa masuk,” katanya.
Dikatakan pria asli Soromandi itu,
kondisi benteng kuno Asakota, nyaris tak berbeda. Bahkan, hampir diembat oleh pencuri, selain fasilitas untuk operasi pengawasan, kendala yang
dihadapi masih menimnya penjaga yang disiagakan. Hal lainnya, selama ini, insentif penjaga hanya Rp 200
ribu/ bulan. Itu pun dibayar per triwulan.“Kami hanya berharap ada perhatian
serius dari pemerintah, karena jika situs ini dirusak maka tidak ada lagi
kebanggaan daerah kita,” katanya.
Dalam sejarah kerajaan dan masuknya
agama Hindu di Bima, Wadu Pa’a merupakan penggalan yang penting. Konon, sang
Bima, bakal raja pertama Bima, pertamakali menginjakkan kakinya di lokasi itu
setelah berlayar dari pulau Jawa. Sebelum melanjutkan perjalanan menuju Lawata, Sang Bima sempat memahat beberapa
bagian batu seperti arca, pahatan itu yang menjadi awal nama tempat itu, Wadu
Pa’a atau bila diartikan dalam bahasa Indonesia, batu yang dipahat.
Pada bagian depan situs, tepatnya dibibir pantai terdapat mata air tawar yang biasa menjadi andalan bagi
pengunjung dan nelayan yang kebetulan melintas jika membutuhkan air minum. Sejak hari pertama
kemping dan saat hari kedua, setelah habis persediaan air minum, rombongan juga ikut mengonsumsi air itu.
Konon, menurut sejumlah pengunjung yang sudah terbiasa mengunjungi tempat
itu, meminum air itu tak menyebabkan sakit perut, karena airnya alami dan merupakan hasil penyaringan terakhir
dari lapisan air (Equifer).
Setelah tuntas
melaksanakan kegiatan dan puas menjelajahi
areal Wadu Pa’a.Usai Dzuhur, rombongan Bimeks Group dan BFC, memutuskan
kembali ke Kota Bima. Tepat pukul 13.00 Wita, boat yang mengantar kami sehari
sebelumnya, tiba sesuai waktu yang dijanjikan.
Sama dengan sebelumnnya, kondisi
gelombang siang itu juga cukup bersahabat, meskipun boat sempat bergoyang mengikuti irama gelombang. Namun, seluruh
anggota rombongan tenang. Tepat pukul 14.00 Wita, boat tiba dan bersandar di pelabuhan Bima. (*)