Keindahan Sunrise di Pulau Mesa Pagi Hari. Foto Berita11.com |
Kabupaten
Manggarai Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki tiga surga mungil
yang cocok menjadi pilihan untuk mengisi waktu hari libur, yaitu Pulau Mesa,
Pulau Kenawa dan Pulau Sebayur. Beberapa keindahan yang ditawarkan mulai dari
pemandangan atas bukit di pulau hingga keindahan di bawah air laut.
Untuk
mengunjungi Manggarai Barat Provinsi NTT melalui jalur darat dari Kota Bima NTB
hanya butuh beberapa jam. Pilihannya dengan menumpang bus tujuan pelabuhan Sape
atau menggunakan kendaraan pribadi sepeda motor dan mobil. Jika menggunakan
angkutan umum bus tujuan wilayah timur Kabupaten Bima, maka harus siap
berdesak-desakan dalam bus dengan menikmati jalur bergelombang yang
berliuk-liuk. Namun penumpang bisa cukup tenang karena sepanjang jalan akan
dimanjakan pemandangan indah beberapa pohon menjulang, udara segar dan persawahan
milik warga di dataran tinggi Kecamatan Wawo dan Sape.
Karena
pertimbangan agar bebas keliling saat tiba di Provinsi NTT, pagi itu, Berita11.com memilih untuk menumpang bus
tujuan Sape. Selain murah karena ongkosnya hanya Rp35 ribu, juga karena tidak
perlu memikirkan tempat menyimpan kendaraan.
Setelah menempuh perjalanan lebih
kurang satu jam lebih, kami sampai di pelabuhan penyebrangan Sape-Labuan Bajo.
Tak
jauh dari areal dalam pelabuhan, sebuah kapal fery Angkutan Sungai, Danau dan Penyebrangan (ASDP) tertaut di bibir pelabuhan menunggu penumpang yang hendak
menyebrang ke “Negeri Komodo” di Pulau Flores.
Setelah
memastikan semua barang dan perlengkapan sudah tersimpan rapi dalam tas, pagi
itu kami memantapkan hati ikut menumpang kapal ASDP bersama puluhan warga lain, setelah membayar tiket penyebarangan Rp75 ribu. Beberapa kendaraan umum, mobil
dan sepeda motor juga dimuat dalam lambung kapal. Tak berselang lama setelah
menarik jangkar, kapal fery mulai membelah Selat Sape menuju Selat Manggarai
dan Pulau Komodo.
Selama
perjalanan sebuah musik nostalgia yang diputar di dek penumpang terdengar
lamat-lamat menghibur penumpang yang mulai penat dengan perjalan yang akan
ditempuh hingga tujuh jam. Beberapa pedagang yang terbiasa menjajakan makanan
dan produk kerajinan mecoba merayu beberapa penumpang termasuk kami untuk
sekadar mencoba hingga membeli barang dagangan mereka. Tak pelak rayuan mereka
terkadang tak mempan untuk beberapa penumpang. Sejumlah penumpang lain malah tampak
asyik bercengkrama dengan cerita-cerita yang menghibur selama perajalanan.
Pagi
itu, cuaca terasa bersahabat, meski kapal sudah beberapa jam menjauh dari bibir
pelabuhan penyebrangan Sape, namun nyaris
tak ada ombak yang menampar lambung kapal. Hanya buih-buih kecil yang
menari bersama biduk besi raksasa pagi
itu yang kemudian memudar menjadi hamparan air laut yang tenang. Meskipun
puluhan tahun lalu sebuah insiden pernah menyayat hati korban penumpang kapal
tujuan Bima-Manggarai Barat. Kini, kejadian
serupa nyaris tak pernah terulang. Bahkan beberapa warga Bima dan NTT sudah
terbiasa menempuh perjalanan laut hingga berjam-jam.
Pemandangan Pagi di Pulau Mesa NTT. Foto Berita11.com |
Dua
jam perjalanan menuju wilayah NTT, ketika hari menjelang siang, sebuah pemandangan indah dari jauh
memanjakkan mata para penumpang, termasuk kami yang menumpang kapal fery
penyebrangan hari itu. Keindahan Gili Banta di wilayah Kabupaten Bima tampak jelas
dari arah kapal penyebrangan. Selama
perjalanan, kami juga disuguhkan keindahan pemandangan dari jauh daratan Komodo,
Toro Bandera dan Gili Laba.
Setelah
membelah Selat Sape dan laut Manggarai selama tujuh jam, sore sekira pukul
16.17 Wita, kapal fery yang kami tumpangi merapat di pelabuhan Labuan Bajo.
Dari jauh beberapa kendaraan tampak hilir mudik menunggu penumpang yang turun
dari kapal. Sore itu, setelah tiba di pelabuhan Labuan Bajo Manggarai Barat,
tujuan kami yaitu berangkat ke Pulau Mesa.
Selain
kapal fery dan kapal pelayaran nasional (Pelni), di pelabuhan Labuan Bajo juga
bersandar beberapa kapal cepat (fast boat), perahu tradisional yang menawarkan
mengantar penumpang ke Pulau Mesa, Pulau Kenawa maupun Pulau Sebayur.
Reporter Berita11.com Menikmati Snorkeling untuk Membuktikan Keindahan di Bawah Laut Pulau Sebayur. |
Biasanya
deretan kapal cepat dan perahu tradisional merapat di Pelabuhan Bajo mulai
pukul 08.00 hingga pukul 12.00 Wita. Namun ketika kapal fery ASDP masuk
pelabuhan, biasanya perahu tradisional menunggu penumpang tujuan Pulau Mesa
hingga sore hari. Kapal cepat (fast boat) menawarkan mengantar penumpang menuju
Pulau Mesa, Pulau Kenawa atau Pulau Sebayur. Untuk menggunakan jasa kapal
tersebut, penumpang harus siap merogoh kantong antara Rp350 ribu hinggga
Rp400 ribu. Paket yang disiapkan itu tak hanya mengantar keliling
menikmati keindahan tiga pulau mungil sekitar Manggarai Barat. Namun tarif itu
sudah termasuk paket makan dan perlengkapan scuba diving atau snorkeling.
Setelah
memastikan barang bawaan tak ada yang tertinggal, sore itu kami bergegas
menaiki perahu tradsional yang akan mengantar kami ke Pulau Mesa. Ada dua jenis
perahu yang selalu menawarkan jasa mengantar penumpang ke Pulau Mesa, yaitu
perahu besar dan perahu kecil. Selain ukuran dan daya tampung penumpang, yang
membedakan dua perahu ini yaitu waktu tempuh. Jika menggunakan perahu besar
maka waktu tempuh untuk sampai ke Pulau Mesa mencapai 1,5 jam perjalanan,
sedangkan perahu kecil hanya satu jam perjalanan. Untuk urusan ongkos atau sewa
perahu menuju Pulau Mesa relatif murah. Ongkosnya hanya Rp20 ribu per orang
untuk setiap trip pergi-pulang. Sedangkan bila ingin menggunakan speed boat,
penumpang harus menyiapkan biaya sedikitnya Rp400 ribu dengan waktu relatif
singkat yaitu selama 25 menit perjalanan.
Ketika
memulai perjalanan menuju Pulau Mesa, kami disuguhkan pemandangan indah jejeran
Pulau Monyet, Pulau Pungut dan Pulau Bidadari. Menurut keterangan warga,
beberapa pulau tersebut dihuni masyarakat. Namun entah siapa yang pertama kali
memberikan nama terhadap pulau-pulau tersebut.
Setelah
menempuh perjalanan sekitar satu jam, menjelang petang kami tiba di dermaga
Pulau Mesa. Sebuah pulau mungil dan datar yang padat penduduk. Beberapa warga
tampak menyambut kami dengan ramah. Kebetulan sore itu kami datang bersama
remaja desa setempat, Ferwin yang sedang menempuh pendidikan di bangku SMKN 1
Kota Bima.
Menjelang
hari beringsut ke jantung senja, pemandangan indah sunset seolah menjadi
pelepas lelah kami setelah menempuh perjalanan berjam-jam setelah star dari
Kota Bima. Rupanya, Pulau Mesa hanyalah sebuah gili mungil yang dipadati
pemukiman penduduk. Malam itu kami menginap di rumah warga.
Hanya
ada bukit pendek yang berada di belakang pemukiman warga. Kendati merupakan
pulau datar, sejumlah warga Mesa mengaku tak kuatir dengan ancaman tsunami atau
air pasang yang bisa saja terjadi sewaktu-waktu.
“Alhamdulillah
warga di sini sudah terbiasa dengan laut. Jadi nggak ada yang takut dengan
tsunami atau air pasang dan selama ini tidak pernah terjadi kejadian seperti
itu,” ujar Ferwin, remaja Desa Mesa.
Sudut Atas Pulau Mesa Manggarai Barat Provinsi NTT. |
Menurut
Ferwin, Pulau Mesa dihuni sedikitnya 500 kepala keluarga atau sekitar 1.700
penduduk. Secara umum, mata pencaharian utama warga yaitu sebagai nelayan.
Sebagian menjadi pencari tripang, menjadi bos ikan dan penyedia jasa angkutan
tradisional di laut.
Meskipun
tak ada kearifan lokal yang ditetapkan warga dalam bentuk hukum
tertulis.
Namun hingga kini nyaris tak pernah ada peristiwa kriminal di Pulau
Mesa. Di pulau ini juga tak ada sawah karena seluruh warga bekerja pada sektor
kelautan. Bahkan sekolah yang berdiri hanya sampai pada tingkat sekolah
menengah pertama (SMP). Selebihnya, remaja Pulau Mesa memilih menempuh
pendidikan di luar pulau yaitu di Kota Bima atau di Manggarai.
“Tapi
kebanyakan itu sekolah di Kota Bima. kalau untuk kebutuhan sehari-hari air
bersih juga dibeli di Labuan Bajo, harganya 2.500 per jerigen. Begitu juga
untuk beras dan sayur dibeli di pasar di Labuan Bajo,” ujar Ferwin.
Kendati
tak ada SMK maupun SMA negeri yang berdiri di Pulau Mesa, beberapa pemuda di
pulau mungil ini sudah banyak yang sukses menjadi anggota Polri, bidan dan
pengajar. Para Pemuda Pulau Mesa juga terkenal jago berenang dan menyelam. Meskipun jauh dari berbagai
pelayanan dasar, warga Pulau Mesa selalu bersyukur terhadap limpahan sumber
daya laut yang menjadi sumber mata pencaharian utama warga.
Penduduk
Pulau Mesa merupakan warga keterunan dari Bugis Makasar. Umumnya warga Mesa
selalu ramah terhadap pengunjung atau tamu. Bahkan beberapa warga rela
menyiapkan rumahnya untuk ditumpangi pengunjung yang layak dihormati.
Setelah
tiga hari menginap di Pulau Mesa, pada hari keempat kami memutuskan untuk
berkeliling dan melihat keindahan pulau sekitar. Pagi itu, sasaran kami
mengintip keindahan Pulau Kenawa dan Pulau Sebayur. Hampir sama dengan pulau mungil tempat kami
menginap, Pulau Kenawa memiliki keindahan alam yang tak kalah menarik. Termasuk
keindahan di bawah air sehingga menggoda kami untuk melakukan snorkeling dan scuba
diving. Selain air laut yang jernih, pulau ini memiliki terumbu karang yang
indah untuk dijelajahi. Sayangnya untuk menginap di resort yang tersedia,
pengunjung harus merogoh kocek hingga Rp3 juta lebih untuk satu malam.
Sepanjang
tepi pantai Pulau Kenawa dikelilingi pasir putih dan air yang jernih. Tak jauh
dari bibir pantai berdiri beberapa penginapan atau home stay yang disiapkan
untuk para pelancong domestik dan manca negara. Tak sedikit bule yang datang
menikmati keindahan laut di pulau ini. Keindahan yang sama juga dimiliki Pulau
Sebayur yang terletak beberapa menit perjalanan dari Pulau Mesa. Menurut
informasi masyarakat, pulau mungil ini dikelola oleh Warga Negara Asing (WNA)
yang belakangan ini telah menjadi mualaf. Pengelola pulau cukup dekat dengan
warga sekitar bahkan sudah berencana berangkat haji pada tahun 2017 ini.
Keindahan Bawah Laut Pulau Sebayur NTT. |
Pulau
Kenawa dan Pulau Sebayur adalah pilihan tepat untuk menikmati pemandangan pagi
dan keindahan matahari terbit (sunrise) maupun keindahan matahari terbenam (sunset),
selain menikmati keindahan di bawah lautnya. Tak jauh dari jejeran gili mungil
ini juga terdapat Pulau Tadar yang menwarkan kiindahan yang sudah dikenal
khalayak umum terutama para wisatawan yang hendak melihat Komodo.
Mentari Mencarak di Pulau Mesa NTT. |
Setelah
puas berlibur selama sepekan di Pulau Mesa dan mengelilingi keindahan Pulau
Kenawa dan Pulau Sebayur, kami kemudian memutuskan kembali ke Kota Bima dengan
menempuh rute yang sama. Satu rencana yang kami tanam dalam hati, kami akan
kembali ke NTT menempuh jalur baru menikmati keindahan wisata di Maumere
NTT melalui jalur darat (*)
Laporan:
Syarif Hidayatullah
Fachrunnas