Bima, Berita11.com - Ahlan Wa Sahlan atau selamat datang untuk nama baru. Yayasan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) kini telah diubah namanya menjadi Yayasan Pengajaran dan Ilmu Pendidikan (YPIP) Bima Kota.
Sebelumnya, Yayasan IKIP telah disahkan Pengadilan Negeri Bima pada Tahun 2005 dan sejak berdirinya sampai sekarang belum pernah dibubarkan.
Akta Perubahan yang baru saja disahkan tahun 2020 baru lalu, merupakan kelanjutan dari Yayasan IKIP dan sesuai Peraturan Perudang-undangan Yayasan yang baru yang menyatakan tidak boleh lagi menggunakan IKIP sehingga dirubah menjadi nama PIP.
"Saya masih ingat betul saat pembangunan ruang-ruang kuliah STKIP Bima, berkisar tahun 1980an, saya istilahkan ruang kuliah, karena memang pembangunannya hanya beberapa ruang dan tidak bertingkat dan cukup untuk menampung beberapa puluh Mahasiswa awal saja," kata salah seorang anggota Dewan Pembina YPIP Bima, Aris Muhammad, SH
Aris menerangkan, sekitar pertengahan tahun 1987, ketika itu, ia duduk santai dengan mertuanya yang sekarang sudah meninggal dunia yakni H. Djafar Amyn, saat itu pula, almarhum mertuanya mengeluarkan berkas dan meminta dirinya untuk membaca isinya.
Rupanya berkas tersebut adalah sebuah akta Pendirian Yayasan IKIP Bima yang disyahkan oleh salah satu Notaris yang berlokasi di Lombok pada tahun 1976, karena almarhum mengetahui bahwa dirinya baru saja menyelesaikan Pendidikan S1 Fakultas Hukum di salah satu Universitas di Surabaya.
"Saya baca denga seksama, sambil mengagumi Almarhum, beliau punya pemikiran yang patut diberikan apresiasi yang luar biasa yaitu masa-masa pensiun almarhum sebagai tokoh senior di dunia Politik dan dunia Pendidikan," ungkapnya.
Menurut Aris, keinginan terbesar untuk mendirikan yayasan pendidikan bertujuan untuk membentuk calon-calon mahasiswa khususnya di Daerah Kabupaten Bima maupun di luar Daerah dengan meminjam modal dari Bank, hal itulah yang membuat dirinya salut terhadap almarhum.
"Almarhum membangun kampus itu, menggunakan dana Pinjaman dari Bank dengan jaminan rumah tinggalnya. Bayangkan saja almarhum bukan pengusaha, sudah pensiunan pula, pengorbanan dan tekad yang luar biasa demi untuk dunia Pendidikan," salutnya.
Selesai membaca berkas tersebut dan berbincang-bincang dengan almarhum, Aris menyuguhkan sebuah pertanyaan terkait pengurus Yayasannya tersebut dan almarhum menjawan banyak sekali, bahkan hampir 1 RT.
"Saat itu, almarhum menjawab banyak, dan almarhum memilih dan mengangkat pengurusnya, selain sebagai sahabat juga karena kedudukannya di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (ketika itu) akan mempermudah realisasi Pendirian Yayasan," terang Aris.
"Saya tidak merespon penjelasan almarhum, tapi dalam hati, semoga kelak tidak ada sesuatu yang bermasalah, karena kita ketahui isi pemikiran orang-orang sebanyak itu, pasti ada perbedaan dan susah ditebak apa yang terjadi kelak nanti," sambungnya.
Dikatakannya, dengan menyimak isi Akta tersebut, seketika Aris cukup menghilangkan rasa was wasnya, kerena almarhum M. Djafar Amyn adalah pendiri tunggal, sehingga tidak ada sesuatu yang patut dikhawatirkan.
"So far so good, singkat cerita, alangkah bangga dan bahagianya mendengar STKIP Bima maju pesat terutama sekitar tahun 2012, hampir 10.000 Mahasiswa yang terdaftar dari berbagai Kabupaten dan pembangunan gedungpun bertambah pesat juga menjadi pusat perhatian Dunia Pendidikan NTB," bebernya dengan nada mengharukan.
Seiringnya waktu bergulir, suatu ketika Aris bertemu dangan Hamdan Zoelva yang merupakan mantan Ketua MK yang juga bagian dari keponakan langsung dari Founding Fathers STKIP.
Saat itu, lanjut Aris, mantan Ketua MK itu menanyakan kepadanya tentang perkembangan STKIP Bima sembari memberikan motifasi "Lihat Nawaitunya" H. Djafar Amyn, ingin memajukan Pendidikan di Bima.
"Rupanya beliau (mantan MK, red) sudah ada firasat dan mencium bau kurang sedap terhadap STKIP Bima, akhirnya saya tidak bisa menjawab pertanyaan beliau, karena yang saya tahu STKIP aman-aman saja," tutur Aris.
Saat itu, firasat mantan Ketua MK itu ternyata benar setelah terjadi situasi dan kondisi STKIP sudah jauh memprihatinkan, bahkan bisa disimpulkan, faktor penyebabnya adalah diduga pengelolaan keuangan yang tidak transparan dan akuntabel sehingga kurangnya kepekaan rasa memiliki terhadap Yayasan dan terkesan hanya ingin menikmati untuk kepentingan pribadi.
"Gaji-gaji Dosen dan Karyawan tidak bisa dibayar beberapa bulan. Jumlah Mahasiswa turun drastis tinggal 400 an Mahasiswa, kalau tidak segera ditangani dengan baik, maka STKIP akan menuju kebangkrutan," ungkapnya.
Bahkan, saat itu, Dikti Bali telah mengirimkan Red Warning Notice, agar waspada jangan sampai STKIP ditutup karena kekurangan Mahasiswa.
"Kami merasa bersalah kalau ini dibiarkan berlarut, komunikasi intens dengan Ketua Lembaga, Tim Audit yang sudah dibentuk dan siap bekerjasama dengan akuntan Publik dari Jakarta untuk mencari tahu sebab musabab mengapa ini bisa terjadi," ceritanya.
Dalam 2 bulan terakhir sejak dirubah nama Yayasan dan rubah pengurus baru, kata dia, tidak disangka-sangka, Mahasiswa berlomba-lomba mendaftar sampai saat ini tercatat sudah 2000an Mahasiswa, paling tidak bisa mengatasi red notice dari Dikti Bali.
"Para sahabat pejabat dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta Bogor, Bandung dan dari Universitas lain di luar Pulau Jawa siap membantu pengembangan YPIP Bima," isyaratnya.
Langkah awal adalah menutupi gaji-gaji yang tertunda, memasang alat IT untuk dapat bekerja secara profesional cepat dan terarah di semua lini serta mengembalikan citra STKIP dengan nama baru YPIP yang sudah disesuaikan dangan aturan yang berlaku di Kemenkumham.
"Menjadi Kampus yang bermutu, terbaik, menambah jumlah Prodi dan siap berubah nama menjadi sebuah "Universitas" kebanggaan Bima, kebanggan NTB dan kita semua," harapnya sembari mengatakan Ahlan Wa Sahlan. [B-10]